Hello.
Sudah baca belum ya postingan sebelumnya?
Oke, mari kita lanjut ya.
Sebelumnya bercerita tentang rencana ke Taman Siang dan akhirnya terwujud. Perjalanan kurang indah jika lancar-lancar saja. Eh, itu kata penenang biar tidak kecewa ya, hehe.
Ternyata Afni tidak jadi ikut menginap serta paginya mengabarkan bahwa Mak Dang juga tidak bisa menemani jalan ke sana. Lalu bagaimana? Apakah akan gagal? Tentunya tidak mau rencana tersebut hanya sekedar wacana dong.
Beberapa hari sebelumnya saat aku ke sawah bersama ibu, aku bertemu dnegan Dino, teman masa kecil. Adik sih sebenarnya karena kakak paling tuanya seumuran diriku. Terjadilah janji akan berangkat ditemani dia. Pagi hari dihubungi kembali dan dia bisa dong. Alhamdulillah ada teman cowok untuk jalan. Kenapa harus ada laki-laki? karena Aku bersaudara hanya perempuan saja. Tidak dapat izin dari ayah jikalau hanya anak gadisnya menjelajah ke hutan.
Pukul 10 siang Dino sampai di rumah membawa es batu yang aku pesankan sebelumnya. Bersiap membuat minuman dingin lalu berangkat. Eh iya, Dino sempat memanjat pohon kelapa untuk mengambil kelap muda. Air serta isinya kami masukkan ke dalam botol agar nanti bisa di nikamti saat dahaga selepas berjalan. Es batunya juga dibalut kain agar nanti bisa digunakan saat sudah sampai.
Perjalanan dimulai dari tanjakan bukit belakang rumah. Kami mengambil jalur landai tapi jarak agak panjang. Jalanan di hiasi dengan pepohonan serta tanah merah. Cukup rimbun dan rindang di tengah teriknya matahari. Kaki yang sudah lama tidak terbiasa berjalan mulai merasakan penat, nafas terasa sesak. Hal itu tidak mengurungkan biat tetap lanjut, penasaran dengan pemandangan yang akan di sajikan oleh Taman Siang.
Tak lama kemudian sampailah di puncak, jalan mendatar dipenuhi dedaunan yang jatuh. Daun berserakan sepanjang jalan berwatna kuning kecoklatan, memberi nuansa musim gugur. Seolah berada di negara yang ada empat musimnya, hehe. Impian suatu hari ingin merasakan setiap musim di sana. Hmm, Korea atau Jepang indah kali ya.
Di Talago, nama tempat di puncak, kami bertemu dengan Mak Dang. Apa bisa di sebut bertemu ya? Karena tidak melihat wajah masing-masing. Hanya mendenga suara dan berbincang dari jauh. Tidak kelihatan keberadaan pasti beliau dimana, terhalang pepohonan yang banyak. Beliau memastikan kami ada teman berangkat.
Nah, tiba di seberang Taman Siang, tiba-tiba gerimis berjatuhan ke bumi. Jalan yang akan di lalui lumayan ekstrim nih untuk sampai bukit itu. Kiri kanan dihiasi oleh jurang, tempat menapakkan kami snagat kecil Jika salah menginjakkan kaki kemungkinan akan terpeleset dan jatuh. Apalagi tanah merah ditimpa air hujan pasti licin.
Alhamdulillah selamat hingga tujuan walau penuh perjuangan. Hujan semakin deras ditambah angin berhembus kencang. Dingin menyergap tubuh nan tanpa perlindungan. Tempat bernaungpun tidak ada, berteduh dibawah pepohonan sama saja. Tetesan air hujan yang terkumpul di daun terhembus angin membuat air semakin banyak mengenai tubuh. Sungguh cuaca tidak dapat di prediksi, panas terik tiba-tiba hujan.
Tapi bukankah sudah diingatkan BMKG bahwa cuaca akan ekstrim? Kok tidak membawa persiapan? Yah, begitulah terjadang pemikiran. Bertindak sesuka hati namun menyesal dikemudian.
Apa tulisan ini terlalu panjang ya?
Sambung nanti aja ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar