Penerangan Kala Malam |
Sudah lebih tiga tahun aku menjalani kehidupan sebagai orang rantau yang tidak bisa pulang kapan pun ingin. Liburan didapatkan setiap satu semester jika tidak ada tugas tambahan yang mengharuskan aku tetap di tempat tugas. Jadi setiap ada kesempatan aku akan pulang kampung dan mengunjungi daerah tempat aku dibesarkan.
Tempat itu bernama Alai, salah satu daerah di Nagari Sulit Air Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Sebuah dusun kecil di kaki bukit yang sekarang hanya dihuni oleh satu keluarga di kala malam. Kemana yang lainnya? Karena akses yang susah dan listrik juga tidak ada maka mereka pindah ke daerah seberang bukit. Ada yang membangun rumah dan ada juga menghuni rumah orang lain yang berada di rantau. Keluargaku diantaranya menempati rumah keluarga ayah yang kosong dan pemiliknya sangat jarang pulang kampung.
Home
Setiap mengunjungi tempat ini membuatku merasa bebas, tidak ada beban yang dirasakan. Sesak akan kepentingan dunia serasa hilang dihembus angin. Suasananya indah, nyaman serta jauh dari kebisingan kendaraan. Apalagi malam hari, keheningan di hiasi oleh bunyi jangrik sahut menyahut, suara binatang malam mencari makan. Di kala melihat ke langit, kerlap-kerlip bintang di kejauhan menambah eloknya pemandangan itu. Semilir angin malam berhembus pelan, dingin menusuk ke tulang tapi tak apa.
Waktu malam sering kuhabiskan di bangku halaman, merenungi setiap kisah perjalanan yang kulalui. Dalam gelapnya malam, terkadang air mata mengalir pelan seiring hilangnya pemikiran rumit di kepala. Semua tuntutan dunia perlahan menguap, menyisakan semangat baru untuk kehidupan lebih baik. Malam berlalu sangat cepat. Subuh menjelang, sinar surya menyinari bumi dengan gagahnya. Kabut perlahan beranjak kembali ke atas menghiasi perbukitan nan hijau. Sungguh ciptaan Tuhan tidak akan sia-sia, hanya syukur yang bisa diucapkan.
Kala pagi menjelang
Berada di sini merupakan kebebasan tersendiri, aku merasa tenang walaupun semua serba manual. Air untuk minum di angkut dari sumur memakai ember di kepala, memasak menggunakan tungku kayu bakar. Semuanya ku lakukan sepenuh hati, sederhana memang tapi tidak tergantikan. Tiada ukuran yang baku untuk mengukur rasa kebahagiaan.
Sumur
So, yuk bahagia dengan cara masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar