Hai, hai, pernahkah kamu merasa dipenjara? Tidak bisa keluar dari suatu pemikiran yang hanya kamu saja yang tahu? Merasa sesat disuatu tempat atau situasi? Hmm, begitu banyak kondisi yang membuat kita merasa terpenjara. Kali ini mari bercerita tentang kisah kehidupan yang jauh dari perkembangan teknologi, tidak ada arus listrik dan susah sinyal.
Bernostalgia kembali ke masa dahulu saat mengabdi di salah satu sekolah Kabupaten Sorong, tepatnya di pusat Kecamatan Salawati Selatan yaitu Kampung Sailolof. Apakah aku merasa dipenjara disini? Tentunya tidak, kehidupan bahagia, damai dan dihargai sangat kunikmati dan jalani. Tidak ada kecemasan akan kehidupan sosial yang terjadi, guru adalah posisi paling dihormati. Apapun kendala yang dihadapi oleh seorang guru akan dibantu semaksimal mungkin. Setiap ada panen apapun akan ada titipan orang tua siswa untuk kami, hasil kebun, ikan segar dari laut serta hal lainnya. Oh iya, Sailolof terkenal akan duriannya, enak, manis serta daging yang tebal.
Jika sudah musim anak-anak di sekolah akan bertanya, "Bu Guru senang duriankah?" Tentunya aku jawab senang makan durian, senang maksudnya disini adalah apakah suka dengan durian. Tanpa diminta sorenya akan datang satu karung durian ke rumah, tidak dari satu orang saja akan tetapi beberapa anak. Hal ini bisa membuatku mengirim durian beberapa karung untuk teman yang mengajar di kota ( istilah untuk pusat kabupaten yang bukan pulau)
Lalu apa hubungannya dengan tema penjara? Kehidupan begitu senang dan bahagia disana. Nah, pendidikan akan terus diperbaharui sesuai perkembangan zaman, teknologi semakin canggih. Kecamatan Salawati Selatan merupakah sebuah pulau yang belum memiliki akses mudah untuk dijangkau. Belum memiliki penerangan listrik, hanya beberapa warga yang memiliki mesin genset. Jaringan internet juga belum memadai disini, hanya beberapa tempat yang bisa terhubung yaitu pinggir pantai. Itupun tidak sepanjang pantai, hanya beberapa spot yang jika handphone bergeser, jaringan langsung hilang.
Hal ini yang membuat merasa terpenjara, jauh dari peradaban yang telah serba canggih. Setiap informasi terlambat didapatkan, harusnya sekarang diterima tiga hari kedepan atau bahkan lebih. Kondisi ini menyebabkan minat belajar serta keinginan untuk lanjut ke tingkat lebih tinggi sangat kurang. Mereka tidak bisa melihat perbandingan bagaimana kehidupan diluar sana.
Apakah akan menyerah dengan keadaan? Pastinya tidak karena tiada permasalahan yang tanpa jalan keluar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar