Mari sedikit bercerita kisah apa yang telah kulalui.
Terlahir dari keluarga sederhana, tinggal didaerah tanpa penerangan listrik serta akses jalan susah membuatku terbiasa untuk berjuang. Pendapatan orang tua berasal dari hasil kebun buah tahunan serta sawah yang mencukupi untuk makan dari musim ke musim berikutnya, Alhamdulillah. Jarak dari rumah hingga sekolah dasar saat itu cukup jauh menghabiskan waktu jalan kaki sekitar satu jam. Kondisi ini tidak menyurutkan semangatku untuk tetap semangat dalam menimba ilmu.
Tak terasa pendidikanku sudah melewati Sekolah Menengah Atas, pengumuman kelulusan telah kuterima. Apa langkah selanjutnya? Tentunya aku ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Jalanku menemui rintangan baru, restu dan izin orang tua belum kudapatkan. Kenapa? Bukan karena tidak mendukung lanjut kuliah tapi alasan ekonomi. Beliau takut jika kuliah nanti akan terhenti ditengah jalan karena kekurangan biaya. Takut mentalku tidak kuat jika dihadapkan situasi demikian.
Aku berusaha meyakinkan mereka tetapi tidak berhasil. Jalan terakhir kutempuh adalah mogok makan berhari-hari, diam namun pekerjaan rumah tetap kubantu. Akhirnya suatu malam aku dipanggil oleh ayah berbicara dan tercapailah kesepakatan karena sifat beraniku. Aku berkata berikan izin untuk mencoba ujian masuk perguruan tinggi satu kali saja, jika gagal maka aku tidak akan meminta untuk kuliah lagi.
Tuhan memberi jalan keyakinanku itu, aku lolos seleksi satu kali tes di Perguruan Tinggi Negeri serta jurusan impianku yaitu Pendidikan Kimia. Perjuanganku belum selesai, uang pangkal begitu besar membuat orang tuaku menjual ternak yang ada, tidak ada lagi tabungan. Bangku perkuliahan kujalani selama empat setengah tahun setelah melewati berbagai rintangan.
Selesai wisuda apakah aku langsung dapat kerja? Belum, masih diuji belum mendapatkan pekerjaan selama satu setengah tahun. Aku bukan tidak berusaha tapi memang belum jalannya diberi kepercayaan melakukan suatu tugas. Selama masa itu aku membantu orangtua gembala sapi, bercocok tanam serta kegiatan lainnya. Begitu banyak kata-kata menusuk yang kuterima sehubungan gelar sarjana menggembalakan sapi, panas-panasan di dalam sawah dan lainnya. Apakah ada kesalahan yang diperbuat seorang sarjana melakukan pekerjaan yang selama ini membesarkannya?
Hari terus berlalu, aku mendaftar ke program pemerintahan untuk mengabdi satu tahun di daerah terpencil, terdepan dan terluar Indonesia. Setiap seleksi ketat kujalani, akhirnya diterima dan ditempatkan di Kabupaten Sorong Papua Barat. Kisahnya simak di blog uni ya, hehehe
Reward yang didapatkan dari program tersebut adalah kuliah profesi kependidikan gratis dibiayai oleh pemerintah. Pendidikan berasrama kegiatan penuh dari subuh hingga malam hari. Sedikit waktu luang untuk bermain, setiap jam dilewati dengan belajar, tugas dan kegiatan asrama. Semua bisa dilalui walaupun kendala banyak ditemui. Untuk lulus ujian akhirpun tidak mudah, berkali-kali mengikutinya namun belum semua yang berhasil.
Sertifikat Pendidik aku peroleh, selembar kertas ini yang menjadi kartu pass dalam seleksi kedua tes pegawai saat itu. Nah, ini yang dipermasalahkan bagi segelintir pihak, tidak terima perlakuan ini. Begitu banyak kata kurang pantas beredar menyikapi kebijakan ini. Mereka yang memiliki sertifikat tetap berjuang kok di seleksi pertama, apa salah mereka menikmati keuntungan yang ada setelah semua yang mereka lewati? Tidak mudah untuk sampai di tahap ini dan memang sudah jalan dan rejeki mereka lewat jalur ini termasuk diriku.
Intinya tak ada yang sia-sia, semua punya cerita dan jalurnya. Jangan merendahkan perjuangan orang lain, kita tidak pernah tahu sakit apa yang telah dilalui. Yuk, selalu positif dan saling mendukung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar