Jumat, 13 Januari 2023

Buku Baru


Siang itu suasana Taman Kota Solok ramai seperti biasanya. Puluhan kendaraan terpakir rapi, tempat bermain di penuhi anak-anak di awasi orang tuanya. Kaki kecil itu berlarian begitu ringan mengelilingi wahana. Aku tersenyum tipis melihat pemandangan itu, dalam hati berkata, "kapan ya?"

Kembali berandai-andai, "jika dulu begitu pasti sekarang sudah begini," dan masih banyak seandainya yang lain. Lamunanku terhenti, bola mata menangkap siluet seseorang yang ku kenal. Retina mata bergerak cepat memfokuskan penglihatan itu. Dia berjalan santai dengan sesorang di sebelahnya. Pelan ku arahkan pandangan jauh ternyata dua manusia kecil sedang berjalan di depan mereka.

Lama aku pandangi langkah kaki yang semakin mendekat, tak terasa mata kami bertemu. Sedikit memiringkan badan agar terlihat jelas. Eh ternyata memang dia yang ku kenal dan pernah menjalani kehidupan bersama 7 tahun lalu. Melewati hari penuh perjuangan dengan begitu banyak cerita. Wanita cantik nan anggun di sampingnya juga tak luput dari ingatan.

Perlahan kaki bergerak ke arah mereka, bibir tersenyum merekah tapi tidak terlihat karena tertutup masker. Dia berkata kepada wanita itu, memberitahu keberadaanku.

"Eh, Mpok apa kabar?" begitu sapanya ketika aku tepat didekatnya.

"Alhamdulillah sehat," jawabku.

Basa basi sapaan normal seadanya terjadi dalam waktu singkat. Siapa dia? Seorang rekan kerja saat pengabdian di ujung timur dahulu. Orang yang selalu curhat dan khawatir tentang seseorang yang jauh di ujung Indonesia lainnya. Wanita itu inti cerita yang kini berstatus sebagai istrinya dan di karuniai sepasang amanah indah dari Tuhan. Akhir kisah yang indah dari perjuangan panjang penuh lika liku masalah saat itu.

"Ngga jadi nikah, Mpok?" tanya dia sembari bergurau.
"Jadi lah, masa ngga jadi," jawabku, "tunggu aja undangannya."

Pertanyaan yang membuatku selalu tersenyum karena sudah terlalu biasa. Hari-hari dilewati penuh kata tanya seperti itu. Tidak ada efek apa pun, hal lumrah di perjalanan kisahku. Kemudian dia berpamitan karena anaknya ingin segera bermain.

Tak lama kemudian aku berjalan ke arah ATM untuk menarik uang, berhubung tidak ada lagi isi dompet. Dalam perjalanan kembali ke Taman, kaki ini berbelok ke sebuah bangunan. Keinginan untuk berbelanja memberontak. Mr. DIY, begitu plang nama terpampang di sana. 

Wah, sepanjang mata memandang banyak barang yang ingin ku bawa pulang.Akan tetapi, jarak tempuh ke rumah sangat jauh yaitu lintas kabupaten. Satu persatu dagangan mereka lewat di mataku. Hingga akhirnya sampai di rak alat tulis. Pena warna-warni dan lucu menarik perhatian, berbagai model buku catatan atau agenda menggoda. Lama mengelilingi rak tersebut, memeriksa apakah ada yang ingin ku bawa pulang (banyak padahal).


Lembaran kertas berwarna kuning seolah buku lama memenangkan hatiku. Sampul bergambar Menara Eifil, Paris menambah efek klasik tampilannya. Akan ku tuliskan kisah setiap hari satu tahun ini didalamnya. Setidaknya begitulah niatku, menulis setiap hari. Bagaimana nantinya, entah lah.

Bagaimana sekarang? Apa hasil niatnya?

Yah, hampir setengah bulan berlalu namun lembaran itu masih bersih. Pembuka halaman saja yang terisi cerita hari pertama tahun 2023. Lembaran berikutnya masih menunggu goresan tinta, mungkin sudah sangat rindu. Niat jika tidak di iringi konsistensi akan bermuara pada ketidak tercapaian tujuan. Aku sudah membuktikan.

Apakah selesai seperti ini?

Tentunya tidak, akan ku cicil hutang janji bercerita di atas buku tersebut. Aku tuliskan setiap detail kejadian agar menjadi pengingat saat lupa.

Semoga, semangat Yati.




Kamis, 12 Januari 2023

Lembaran Lama

 Hai, apa kabar dunia?

Semoga selalu memberikan hal indah dan kuat menghadapi lika-liku kehidupan.

Setiap perjalanan pasti memiliki kisah yang tidak terlupakan. Apakah cerita indah atau sedih akan menjadi suatu kenangan. Adakalanya ingin menorehkan dalam memori, adakalanya melupakan secara cepat. Hal itu semua tergantung dari pola pikir dan cara pandang, menurut aku ya. Lalu adakah kisah yang hendak dibagikan?

Tahun 2015 hingga 2016  merupakan waktu yang telah dilewati penuh perjuangan. Begitu banyak hal kejadian di luar kendali serta keinginan yang terpenuhi. Kenapa tiba-tiba ingat kala itu? Hmm, malam itu ketika aku menghabiskan waktu istirahat dengan tenang. Bermain ponsel berlatarkan musik galau kesukaanku. Begitu banyak hal menarik yang muncul di feed instagram lalu beralih ke aplikasi facebook.

"What's on your mind?" 

Begitu perhatiannya aplikasi tersebut ke setiap penggunanya, selalu menanyakan apa yang dirasakan. Ku periksa pemberitahuan, diingatkan jika mempunyai kenangan 7 tahun lalu. Segera aku klik, terpampang status memori tersebut.

"Bismillah, saatnya menuju tempat pengabdian, Kampung Saillof. Mudah-mudahan semester ini menjadi guru lebih baik lagi. Bisa memberikan hal terbaik buat siswa SMA Negeri 9 Kabupaten Sorong. Siap mengarungi lautan Papua Barat."

Ternyata sudah berlalu sangat lama, berkelebat kembali rentetan perjuangan hingga bisa mencapai ujung timur Indonesia tersebut. Segera aku bangun dari pembaringan, mencari catatan perjalanan dahulu. Perlahan aku buka buku tersebut, pelan ku baca satu persatu diari itu, ternyata dahulu rajin ya menulis.

Kenagan yang tidak akan terlupakan, memberikan sedikit sumbangsih kepada negara. Demi mewujudkan generasi emas Indonesia. 

Rabu, 11 Januari 2023

Kisah Nan Telah Usai

Suatu sore aku bersantai dari padatnya aktivitas belajar yang berjalan dari pagi. Pemandangan senja dari atap asrama sangat indah. Sinar jingga sang surya mengintip melalui sela awan nan tipis. Pantulan cahaya keemasan di atas air laut membuatku terpesona untuk ke sekian kalinya. Mata seolah tak mau berpaling. Tak sadar entah sudah berapa lama waktu berlalu di sana.

‘Drrtt, drttt,” getaran ponsel membuatku terkejut, terlihat sederet pesan manis di sana.

“Hai, selamat sore Adek. Bagaimana perasaannya hari ini? Semoga selalu menyenangkan ya.”

Aku tersenyum tipis membaca pesan singkat itu. Dia yang telah hampir sepuluh tahun ini menemani hari-hariku.Tidak bisa terlukiskan momen yang telah dijalani bersama. Kisah cinta remaja semenjak bangku sekolah menengah hingga lulus perguruan tinggi dan bekerja. Tepatnya masa mencari pekerjaan yang tetap.

****

Satu dekade hubungan, tentunya sudah memikirkan langkah selanjutnya apalagi usia juga semakin tua. Suatu hari terjadilah percakapan serius.

“Dek, ayok menikah,” katanya pelan.

“Abang serius? Kita belum bekerja lo, belum punya penghasilan tetap,” jawabku.

“Nggak apa, Dek. Rejeki nantinya pasti ada. Inikan abang juga sudah merintis usaha sendiri.”

Lama pembicaraan itu dibahas, aku sebenarnya setuju dengan ide tersebut karena tidak mau lagi menjalani hubungan yang tidak pasti ini. Menikah bukan hal mudah yang hanya selesai oleh dua orang insan tapi menyatukan berbagai aspek berbeda dari kedua belah pihak.

Akhirnya sebulan kemudian aku memberanikan diri berkata kepada orang tua bahwa dia ingin ke rumah. Disambut baik oleh mereka hingga terjadi kesepakatan bulan Agustus akan melangsungkan akad. Prosesnya tidak lancar, banyak kendala dan pertimbangan di tengah itu semua. Awalnya dia sempat berkata jika tidak bulan Maret, dia tidak mau. Keinginannya tidak terwujud karena orang tuanya tidak setuju mengingat persiapan dan lain halnya.

***

Alhamdulillah, tak lama keputusan itu dibuat, aku mendapatkan pekerjaan. Jam kerja mulai setelah Zuhur hingga pukul 9 malam, tidak ada hari libur. Komunikasiku dengan dia entah kenapa tidak seindah dulu. Semua chat atau saat telfon pun, pembicaraan tidak berjalan lancar. Hanya sekedar basa-basi bertanya kabar saja ditambah lagi waktu luang kami tidak sama. Semakin sulit untuk bertemu membicarakan bagaimana persiapan pernikahan. Semua halnya aku percayakan saja kepada keluarga besar.

Hari demi hari berlalu, pertengkaran semakin sering terjadi hingga suatu ketika dikala tengah malam menjelang. Tiba-tiba sebuah chat membuatku tercengang.

“Kita batalkan saja ya rencana pernikahan ini.” Seolah tak percaya dengan apa yang aku baca, kembali satu persatu kata aku pahami. Tidak bisa di terima akal sehat apalagi hati perkataan itu. Bagaimana mungkin jalinan kasih sedemikian lama dan sudah berjanji akan diikat dibatalkan begitu saja?

Perasaan tidak terima aku pendam dahulu, mencoba bertanya apa masalahnya.

“Kenapa, Bang?” tanyaku.

“Belum siap,” jawabnya singkat.

Ah, tidak akan selesai jika hanya chat saja, langsung aku telfon saat itu juga. Tetap kekeh awalnya dengan alasan tidak siap menikah sekarang. Lalu kenapa kemarin itu ingin cepat? Kenapa saat keluargaku sudah menerima apa adanya malah di kecewakan? Apa yang harus aku katakan kepada orang tuaku?

Air mata mengalir dengan sendirinya, deras. Berusaha meyakinkan agar tetap pertahankan rencana ini. Jika alasannya hanya belum siap, tidak bisa aku terima. Bagaimana mungkin sekarang saat semua sudah oke lalu tidak siap? Awalnya tidak mau menceritakan alasan sebenarnya, tetap hanya kata itu yang keluar.

“Abang mempunyai wanita lain,” lirih suaranya terdengar.

‘Deg,” sejenak seolah jantungku berhenti berdetak. Kesalahan yang tidak akan pernah aku maafkan, pengkhianatan.

“Sudah lama Abang bertemu dia, sebelum keluarga kita bertemu.” sambungnya.

“Adek lihat kan, postingan media sosial dan status WA Abang, itu semua bukan untuk adek tapi untuk dia.”

Lama mulut ini terdiam, ingatanku mulai berkelana ke setiap postingannya. Akhirnya aku sadar, ternyata hubungan yang aku pertahankan selama ini hanyalah mainan belaka. Sudah lama mereka dekat dan berhubungan, hanya aku yang bodoh.

***

Malam itu aku putuskan untuk menutup buku cerita indah itu. Tak ingin lagi lanjut, aku minta keluarganya untuk memutuskan janji secara baik-baik kepada keluargaku. Alasan sesungguhnya biarlah aku tutup erat. Tidak apa jika hanya aku yang disakiti, tapi ini sudah melibatkan keluarga. Tak bisa di maafkan.

Buku itu aku tutup erat dan tak akan sedikitpun ku buka kembali.

 

Selasa, 10 Januari 2023

Kata Nan Tak Terucap

Alhamdulillah, awal tahun yang damai. Pergantian malam setahun berjalan dengan tenang. Mengisi relung hati nan sunyi. Hari perdana di tahun 2023, saatnya kembali ke tempat menghabiskan waktu dari pagi hingga sore di satu lokasi. Aku tinggalkan orang tua yang sudah beranjak tua. Keriput kulit beliau semakin jelas terlihat, terlebih sang ayah. Tubuhnya tidak sekuat dahulu namun keadaan mengharuskan tetap bekerja demi anak tercinta.

Sang ibu pun tidak jauh berbeda. Setiap hari bolak-balik jalan kaki. Menelusuri jarak nan jauh antara rumah tempat menginap dengan tempat mencari nafkah. Wajah lelah dan penat terukir di setiap kali beliau menapakkan kaki saat menjelang Magrib kembali ke rumah. Namun, tidak pernah terlontar kata letih seolah tiada yang terasa.

Maaf  Ayah. Maaf Ibu. Aku belum bisa membuatmu santai sepenuhnya di masa ini. Maafkan kami yang terlambat untuk bisa lepas dari tanggung jawabmu. Tanggung jawab menafkahi dan memikirkan masa depan para anak gadisnya. Apalagi sudah sepantasnya menambah anggota baru namun belum satu pun yang menemukannya. 

Mohon bersabar sebentar lagi, semoga kabar bahagia itu segera datang menghampiri. Memang tidak pernah secara lansung bertanya kapan, tapi kami tahu apa yang ada di pikiranmu. Disaat gadis lain yang jauh lebih kecil usianya sudah menemukan pasangan hidup. Akan tetapi, para anak gadismu masih sibuk mengejar karir dan pendidikan. 

Bukan maksud hati menunda itu Yah, Bu. Belum ada momen bertemu yang sesuai atau mengena di hati. Percayalah, rencana Tuhan itu indah. Memberi di saat yang tepat sesuai kebutuhan hamba-NYA.

Salam sayang dari anakmu. Sehat dan bahagia selalu.

Senin, 09 Januari 2023

Momen Hari ini



Hai, mari merekap hari ini dalam bentuk tulisan ya.

Saat sinar matahari di ufuk timur menunjukkan keindahannya, saat itu saya melangkahkan kaki ke sekolah. Bangunan nan tepat beberapa langkah saja sudah sampai. Seperti biasa, Senin pagi diadakan upacara bendera rutin, kali ini pelaksananya adalah pengurus OSIS. Pembina upacara yaitu Ibu Wakil Kepala menyampaikan beberapa amanat untuk perbaikan kedepan.

Selesai kegiatan tersebut saya mengajar 3 jam pelajaran di kelas X IS. Loh, kok jurusan sosial belajar kimia? Jadi begini, berhubung saya kekurangan jam mengajar maka untuk mata pelajaran lintas minat diberikan satu kelas. Hari ini merupakan pertemuan pertama dengan mereka di dalam kelas semester ini. Tidak lama berada di kelas kali ini karena ada seorang teman yang minta tolong untuk tugas pendidikan profesinya.

Anaknya di tinggal, Buk?
Iya, tapi bukan berarti tidak belajar. Zaman saat ini sudah ada benda cangggih yang bernama ponsel pintar. Belajarlah menggunakan kelas maya yang telah saya buat sebelumnya melalui platform yang disediakan pemerintah. 

Pertolongan yang diminta kepada saya ialah merekam proses pembelajaran teman tersebut. Video full dari awal hingga selesai pembelajaran. Hari ini mengambil video yang terakhir dan untuk ujian. Semoga lulus lalu menjadi guru profesional. Amin. Diingat kembali, sudah 5 orang yang saya sebagai videografernya, artinya saya berbakat kan?

Next yuk, minggu lalu saya berjanji di kelas XII MIA untuk praktikum menggunakan gas butana. Percobaan memindahkan api dari satu tangan ke tangan lainnya menggunkan busa sabun. Ternyata tidak hanya siswa yang penasaran, guru pun demikian. Begitu melihat ada tabung gas di meja, mulai berdatangan apa yang akan saya lakukan. Untuk itu, maka dicobakan dulu di kantor bersama beberapa orang guru. Awalnya takut untuk menyalakan api tapi akhirnya ketagihan. Oh iya, ada pengorbanan yakni bulu tangan yang ikut terbakar. Hilang deh sebagian harta kebanggaan.


Akhirnya tibalah saatnya untuk kelas XII, dua orang siswa membantu saya membawa alat yang dibutuhkan ke kelas. Sepanjang jalan mereka pamer mau praktikum sembari perkataan "makanya jadi anak IPA, biar bisa praktek." Nada tengilnya membuat teman-temannya melihat sepanjang jalan. Hampir semua mata melihat karena posisi kelas paling ujung.

Sesampai dikelas, melakukan pembukaan seperti biasa, menanyakan kembali materi yang telah di ajarkan serta hubungannya dengan praktikum kali ini. Tak lama kemudian mulailah bermain api. Kami lakukan di luar ruangan mengingat keselamatan nantinya. Mereka penasaran bagaimana bisa nanti akan memegang api atau menghasilkan api dari busa sabun.

Awalnya pada takut mencoba, takut terbakar. Bagi yang memberanikan diri, mulanya terkejut melihat api menyala di tangan namun setelah itu tak mau berhenti untuk terus mencoba. Kami mencoba untuk oper api dari satu tangan ke tangan lain dan berhasil walau tidak begitu banyak.

Ada yang penasaran caranya?







Koneksi Antarmateri Modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Bagaimana Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin ...