Selasa, 13 September 2022

Mengisi Ulang Energi

Penerangan Kala Malam

Kapan merasa bebas? Kali ini bercerita tentang rasa nyaman saat pulang ke tempat menghabiskan masa kecilku. 

Sudah lebih tiga tahun aku menjalani kehidupan sebagai orang rantau yang tidak bisa pulang kapan pun ingin. Liburan didapatkan setiap satu semester jika tidak ada tugas tambahan yang mengharuskan aku tetap di tempat tugas. Jadi setiap ada kesempatan aku akan pulang kampung dan mengunjungi daerah tempat aku dibesarkan.

Tempat itu bernama Alai, salah satu daerah di Nagari Sulit Air Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Sebuah dusun kecil di kaki bukit yang sekarang hanya dihuni oleh satu keluarga di kala malam. Kemana yang lainnya? Karena akses yang susah dan listrik juga tidak ada maka mereka pindah ke daerah seberang bukit. Ada yang membangun rumah dan ada juga menghuni rumah orang lain yang berada di rantau. Keluargaku diantaranya menempati rumah keluarga ayah yang kosong dan pemiliknya sangat jarang pulang kampung. 

Home

Setiap mengunjungi tempat ini membuatku merasa bebas, tidak ada beban yang dirasakan. Sesak akan kepentingan dunia serasa hilang dihembus angin. Suasananya indah, nyaman serta jauh dari kebisingan kendaraan. Apalagi malam hari, keheningan di hiasi oleh bunyi jangrik sahut menyahut, suara binatang malam mencari makan. Di kala melihat ke langit, kerlap-kerlip bintang di kejauhan menambah eloknya pemandangan itu. Semilir angin malam berhembus pelan, dingin menusuk ke tulang tapi tak apa. 

Waktu malam sering kuhabiskan di bangku halaman, merenungi setiap kisah perjalanan yang kulalui. Dalam gelapnya malam, terkadang air mata mengalir pelan seiring hilangnya pemikiran rumit di kepala. Semua tuntutan dunia perlahan menguap, menyisakan semangat baru untuk kehidupan lebih baik. Malam berlalu sangat cepat. Subuh menjelang, sinar  surya menyinari bumi dengan gagahnya. Kabut perlahan beranjak kembali ke atas menghiasi perbukitan nan hijau. Sungguh ciptaan Tuhan tidak akan sia-sia, hanya syukur yang bisa diucapkan.

Kala pagi menjelang

Berada di sini merupakan kebebasan tersendiri, aku merasa tenang walaupun semua serba manual. Air untuk minum di angkut dari sumur memakai ember di kepala, memasak menggunakan tungku kayu bakar. Semuanya ku lakukan sepenuh hati, sederhana memang tapi tidak tergantikan. Tiada ukuran yang baku untuk mengukur rasa kebahagiaan.

Sumur

So, yuk bahagia dengan cara masing-masing.

Senin, 12 September 2022

Tidak semua mudah


Setiap keberhasilan pasti akan ada tanda tanya besar bagi orang disekitar. Penasaran bagaimana proses hingga target itu bisa dicapai. Akan tetapi tak semua melihat dari sudut pandang tersebut, ada anggapan semua didapat dengan mudah. Sama seperti kondisiku diawal saat diumumkan lolos sebagai pegawai negara dengan bantuan sertifikat yang kumiliki. Sungguh kondisi yang  membuatku lumayan bingung karena untuk sampai ditahap ini memerlukan berbagai perjuangan harus aku lewati.

Mari sedikit bercerita kisah apa yang telah kulalui.

Terlahir dari keluarga sederhana, tinggal didaerah tanpa penerangan listrik serta akses jalan susah membuatku terbiasa untuk berjuang. Pendapatan orang tua berasal dari hasil kebun buah tahunan serta sawah yang mencukupi untuk makan dari musim ke musim berikutnya, Alhamdulillah. Jarak dari rumah hingga sekolah dasar saat itu cukup jauh menghabiskan waktu jalan kaki sekitar satu jam. Kondisi ini tidak menyurutkan semangatku untuk tetap semangat dalam menimba ilmu.

Tak terasa pendidikanku sudah melewati Sekolah Menengah Atas, pengumuman kelulusan telah kuterima. Apa langkah selanjutnya? Tentunya aku ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Jalanku menemui rintangan baru, restu dan izin orang tua belum kudapatkan. Kenapa? Bukan karena tidak mendukung lanjut kuliah tapi alasan ekonomi. Beliau takut jika kuliah nanti akan terhenti ditengah jalan karena kekurangan biaya. Takut mentalku tidak kuat jika dihadapkan situasi demikian.

Aku berusaha meyakinkan mereka tetapi tidak berhasil. Jalan terakhir kutempuh adalah mogok makan berhari-hari, diam namun pekerjaan rumah tetap kubantu. Akhirnya suatu malam aku dipanggil oleh ayah berbicara dan tercapailah kesepakatan karena sifat beraniku. Aku berkata berikan izin untuk mencoba ujian masuk perguruan tinggi satu kali saja, jika gagal maka aku tidak akan meminta untuk kuliah lagi. 

Tuhan memberi jalan keyakinanku itu, aku lolos seleksi satu kali tes di Perguruan Tinggi Negeri serta jurusan impianku yaitu Pendidikan Kimia. Perjuanganku belum selesai, uang pangkal begitu besar membuat orang tuaku menjual ternak yang ada, tidak ada lagi tabungan. Bangku perkuliahan kujalani selama empat setengah tahun setelah melewati berbagai rintangan. 

Selesai wisuda apakah aku langsung dapat kerja? Belum, masih diuji belum mendapatkan pekerjaan selama satu setengah tahun. Aku bukan tidak berusaha tapi memang belum jalannya diberi kepercayaan melakukan suatu tugas. Selama masa itu aku membantu orangtua gembala sapi, bercocok tanam serta kegiatan lainnya. Begitu banyak kata-kata menusuk yang kuterima sehubungan gelar sarjana menggembalakan sapi, panas-panasan di dalam sawah dan lainnya. Apakah ada kesalahan yang diperbuat seorang sarjana melakukan pekerjaan yang selama ini membesarkannya?

Hari terus berlalu, aku mendaftar ke program pemerintahan untuk mengabdi satu tahun di daerah terpencil, terdepan dan terluar Indonesia. Setiap seleksi ketat kujalani, akhirnya diterima dan ditempatkan di Kabupaten Sorong Papua Barat. Kisahnya simak di blog uni ya, hehehe

Reward yang didapatkan dari program tersebut adalah kuliah profesi kependidikan gratis dibiayai oleh pemerintah. Pendidikan berasrama kegiatan penuh dari subuh hingga malam hari. Sedikit waktu luang untuk bermain, setiap jam dilewati dengan belajar, tugas dan kegiatan asrama. Semua bisa dilalui walaupun kendala banyak ditemui. Untuk lulus ujian akhirpun tidak mudah, berkali-kali mengikutinya namun belum semua yang berhasil. 

Sertifikat Pendidik aku peroleh, selembar kertas ini yang menjadi kartu pass dalam seleksi kedua tes pegawai saat itu. Nah, ini yang dipermasalahkan bagi segelintir pihak, tidak terima perlakuan ini. Begitu banyak kata kurang pantas beredar menyikapi kebijakan ini. Mereka yang memiliki sertifikat tetap berjuang kok di seleksi pertama, apa salah mereka menikmati keuntungan yang ada setelah semua yang mereka lewati? Tidak mudah untuk sampai di tahap ini dan memang sudah jalan dan rejeki mereka lewat jalur ini termasuk diriku.

Intinya tak ada yang sia-sia, semua punya cerita dan jalurnya. Jangan merendahkan perjuangan orang lain, kita tidak pernah tahu sakit apa yang telah dilalui. Yuk, selalu positif dan saling mendukung.

Minggu, 11 September 2022

Terpenjara Keadaan

Hai, hai, pernahkah kamu merasa dipenjara? Tidak bisa keluar dari suatu pemikiran yang hanya kamu saja yang tahu? Merasa sesat disuatu tempat atau situasi? Hmm, begitu banyak kondisi yang membuat kita merasa terpenjara. Kali ini mari bercerita tentang  kisah kehidupan yang jauh dari perkembangan teknologi, tidak ada arus listrik dan susah sinyal.

Bernostalgia kembali ke masa dahulu saat mengabdi di salah satu sekolah Kabupaten Sorong, tepatnya di pusat Kecamatan Salawati Selatan yaitu Kampung Sailolof. Apakah aku merasa dipenjara disini? Tentunya tidak, kehidupan bahagia, damai dan dihargai sangat kunikmati dan jalani. Tidak ada kecemasan akan kehidupan sosial yang terjadi, guru adalah posisi paling dihormati. Apapun kendala yang dihadapi oleh seorang guru akan dibantu semaksimal mungkin. Setiap ada panen apapun akan ada titipan orang tua siswa untuk kami, hasil kebun, ikan segar dari laut serta hal lainnya. Oh iya, Sailolof terkenal akan duriannya, enak, manis serta daging yang tebal. 

Jika sudah musim anak-anak di sekolah akan bertanya, "Bu Guru senang duriankah?" Tentunya aku jawab senang makan durian, senang maksudnya disini adalah apakah suka dengan durian. Tanpa diminta sorenya akan datang satu karung durian ke rumah, tidak dari satu orang saja akan tetapi beberapa anak. Hal ini bisa membuatku mengirim durian beberapa karung untuk teman yang mengajar di kota ( istilah untuk pusat kabupaten yang bukan pulau)

Lalu apa hubungannya dengan tema penjara? Kehidupan begitu senang dan bahagia disana. Nah, pendidikan akan terus diperbaharui sesuai perkembangan zaman, teknologi semakin canggih. Kecamatan Salawati Selatan merupakah sebuah pulau yang belum memiliki akses mudah untuk dijangkau. Belum memiliki penerangan listrik, hanya beberapa warga yang memiliki mesin genset. Jaringan internet juga belum memadai disini, hanya beberapa tempat yang bisa terhubung yaitu pinggir pantai. Itupun tidak sepanjang pantai, hanya beberapa spot yang jika handphone bergeser, jaringan langsung hilang.

Hal ini yang membuat merasa terpenjara, jauh dari peradaban yang telah serba canggih. Setiap informasi terlambat didapatkan, harusnya sekarang diterima tiga hari kedepan atau bahkan lebih. Kondisi ini menyebabkan minat belajar serta keinginan untuk lanjut ke tingkat lebih tinggi sangat kurang. Mereka tidak bisa melihat perbandingan bagaimana kehidupan diluar sana. 

Apakah akan menyerah dengan keadaan? Pastinya tidak karena tiada permasalahan yang tanpa jalan keluar.

Yah, telat

Mengikuti tantangan menullis setiap hari yang kedua kali membuatku menetapkan target baru. Tidak boleh ada warna lain selain hijau dan biru yang artinya harus setoran setiap hari tepat waktu, jumlah kata cukup dan sesuai tema pada hari tertentu. Selama 25 hari tercapai apa yang aku inginkan akan tetapi tidak kusangka hari ke-26 aku gagal. 

Kenapa?

Hari ini di sekolah memang tidak ada jadwal mengajar masuk kelas. Pukul 07.05 aku melangkah menuju sekolah yang di halaman rumah. Sepi, belum beberapa orang kulihat hadir di sekitar sekolah. Tak lama berselang satu persatu muncul sebelum bel masuk berbunyi. Akan tetapi masih terasa sepi karena pagi ini dihiasi oleh rintikan kecil hujan, gerimis. 

Pukul 07.15 waktunya untuk melaksanakan apel pagi, biasanya dikumpulkan di lapangan namun kali ini tidak, hujan semakin deras. Jadwal satu jam pelajaran pertama yang direncanakan untuk gotong royong sekeliling kelas batal. Untuk mengisi waktu diberi instuksi membersihkan bagian kelas yang tidak terkena hujan.

Waktu berlalu, pembelajaran berlangsung seperti biasanya setiap Sabtu. Aku yang tidak mempunyai kewajiban masuk kelas, menyelesaikan tugas pelatihan yang sedang kuikuti. Rentetan tugas begitu banyak dan harus praktek agar ilmunya bisa bertahan lebih lama. Pemanfaatan fitur goggle dalam pembelajaran untuk kegiatan belajar lebih efektif serta menarik. Butuh waktu dan effort banyak untuk menyelesaikan tugas setiap pertemuan. Semua kujalani santai tanpa beban berlebihan.

Kepalaku mulai terasa berat, pembahasan di dalam kantor juga terasa berat. Aku melangkah keluar untuk mencari ketenangan sebentar. Eh, baru saja keluar, dipanggil oleh anak-anak untuk ikut bermain volly di lapangan. Berhubung ingin sejenak menghilang dari rutinitas itu, aku bergabung dengan mereka. Apakah pandai bermain? Tentunya tidak, servis saja bukan ke lapangan sebelah malah tinggi ke atas. Begitulah kemampuanku bermain, ikut meramaikan serta have fun saja.

Kita percepat saja hingga pulang ya. Pukul 3 sore aku menginjakkan kaki di rumah, langsung merebahkan badan di kasur. Tubuhku terasa berat serta kepala sangat berat. Aku mencoba untuk istirahat dan tidur akan tetapi tidak bisa. Begitu kondisi hingga Magrib menjelang.

Malamnya aku berencana untuk tidur sejenak dan akan menulis nantinya. Ternyata aku ketiduran dan melewatkan semua kegiatan di malam ini. Makan malam serta rencana menulisku gagal, aku terbangun di waktu sepertiga malam. Akhirnya tulisanku terlambat untuk hari ke-26.

Aku hanya bisa berencana. 


Jumat, 09 September 2022

Ingin Menghilang

 Ada apa dengan hari itu?

Aku berjalan pelan melangkahkan kaki menuju tempat bekerja. Jarak yang sangat dekat membuatku seolah harus selalu jadi tim pertama dan terakhir berada di sana. Kehidupan pribadiku yang masih sendiri menjadi alasan untuk selalu diberi tanggung jawab tanpa bisa beralasan menolak. Adilkah ini?

Ya, memang kepercayaan akan hasil kerja yang sesuai telah kudapatkan. Setiap pekerjaan serta deadline berusaha kuselesaikan sebelum menumpuk. Biasanya semua kulalui penuh semangat tanpa beban.

Namun hari itu terasa berbeda. Langkah kaki gontai seolah tak ingin bertemu rutinitas itu. Aku berjalan pelan menelusuri setiap jejak yang sangat familiar. Ingin aku berbalik kembali ke rumah, bersantai menghabiskan waktu di atas kasur. Melupakan kewajiban, tugas serta tuntutan profesi. Bersenda gurau dalam mimpi, merajut cita impian nan indah. Memblokir semua akses kehidupan di sekitarku.

Semua hanya keinginan tanpa bisa terwujud, tiada keberanian untuk ingkar akan janji yang telah diukir. Janji akan bekerja sesuai surat keputusan yang telah di tanda tangani, pekerjaan impian yang telah dicapai dengan susah payah. Apakah akan menghindar dari sana?

Tiada jawaban yang pasti namun aku tak ingin membohongi diri sendiri. Saat ini aku lelah, bosan dan lemah motivasi untuk tetap powerfull. Butuh ketenangan untuk kembali lagi, mengisi stamina dan mengembalikan pola pikir yang mulai kacau. Dan aku masih bertanya-tanya, apa yang harus aku lakukan?

Aku tak bisa kemana-mana, apakah cukup hanya dengan bermalas-malasan seharian?

Koneksi Antarmateri Modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Bagaimana Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin ...