Rabu, 11 Januari 2023

Kisah Nan Telah Usai

Suatu sore aku bersantai dari padatnya aktivitas belajar yang berjalan dari pagi. Pemandangan senja dari atap asrama sangat indah. Sinar jingga sang surya mengintip melalui sela awan nan tipis. Pantulan cahaya keemasan di atas air laut membuatku terpesona untuk ke sekian kalinya. Mata seolah tak mau berpaling. Tak sadar entah sudah berapa lama waktu berlalu di sana.

‘Drrtt, drttt,” getaran ponsel membuatku terkejut, terlihat sederet pesan manis di sana.

“Hai, selamat sore Adek. Bagaimana perasaannya hari ini? Semoga selalu menyenangkan ya.”

Aku tersenyum tipis membaca pesan singkat itu. Dia yang telah hampir sepuluh tahun ini menemani hari-hariku.Tidak bisa terlukiskan momen yang telah dijalani bersama. Kisah cinta remaja semenjak bangku sekolah menengah hingga lulus perguruan tinggi dan bekerja. Tepatnya masa mencari pekerjaan yang tetap.

****

Satu dekade hubungan, tentunya sudah memikirkan langkah selanjutnya apalagi usia juga semakin tua. Suatu hari terjadilah percakapan serius.

“Dek, ayok menikah,” katanya pelan.

“Abang serius? Kita belum bekerja lo, belum punya penghasilan tetap,” jawabku.

“Nggak apa, Dek. Rejeki nantinya pasti ada. Inikan abang juga sudah merintis usaha sendiri.”

Lama pembicaraan itu dibahas, aku sebenarnya setuju dengan ide tersebut karena tidak mau lagi menjalani hubungan yang tidak pasti ini. Menikah bukan hal mudah yang hanya selesai oleh dua orang insan tapi menyatukan berbagai aspek berbeda dari kedua belah pihak.

Akhirnya sebulan kemudian aku memberanikan diri berkata kepada orang tua bahwa dia ingin ke rumah. Disambut baik oleh mereka hingga terjadi kesepakatan bulan Agustus akan melangsungkan akad. Prosesnya tidak lancar, banyak kendala dan pertimbangan di tengah itu semua. Awalnya dia sempat berkata jika tidak bulan Maret, dia tidak mau. Keinginannya tidak terwujud karena orang tuanya tidak setuju mengingat persiapan dan lain halnya.

***

Alhamdulillah, tak lama keputusan itu dibuat, aku mendapatkan pekerjaan. Jam kerja mulai setelah Zuhur hingga pukul 9 malam, tidak ada hari libur. Komunikasiku dengan dia entah kenapa tidak seindah dulu. Semua chat atau saat telfon pun, pembicaraan tidak berjalan lancar. Hanya sekedar basa-basi bertanya kabar saja ditambah lagi waktu luang kami tidak sama. Semakin sulit untuk bertemu membicarakan bagaimana persiapan pernikahan. Semua halnya aku percayakan saja kepada keluarga besar.

Hari demi hari berlalu, pertengkaran semakin sering terjadi hingga suatu ketika dikala tengah malam menjelang. Tiba-tiba sebuah chat membuatku tercengang.

“Kita batalkan saja ya rencana pernikahan ini.” Seolah tak percaya dengan apa yang aku baca, kembali satu persatu kata aku pahami. Tidak bisa di terima akal sehat apalagi hati perkataan itu. Bagaimana mungkin jalinan kasih sedemikian lama dan sudah berjanji akan diikat dibatalkan begitu saja?

Perasaan tidak terima aku pendam dahulu, mencoba bertanya apa masalahnya.

“Kenapa, Bang?” tanyaku.

“Belum siap,” jawabnya singkat.

Ah, tidak akan selesai jika hanya chat saja, langsung aku telfon saat itu juga. Tetap kekeh awalnya dengan alasan tidak siap menikah sekarang. Lalu kenapa kemarin itu ingin cepat? Kenapa saat keluargaku sudah menerima apa adanya malah di kecewakan? Apa yang harus aku katakan kepada orang tuaku?

Air mata mengalir dengan sendirinya, deras. Berusaha meyakinkan agar tetap pertahankan rencana ini. Jika alasannya hanya belum siap, tidak bisa aku terima. Bagaimana mungkin sekarang saat semua sudah oke lalu tidak siap? Awalnya tidak mau menceritakan alasan sebenarnya, tetap hanya kata itu yang keluar.

“Abang mempunyai wanita lain,” lirih suaranya terdengar.

‘Deg,” sejenak seolah jantungku berhenti berdetak. Kesalahan yang tidak akan pernah aku maafkan, pengkhianatan.

“Sudah lama Abang bertemu dia, sebelum keluarga kita bertemu.” sambungnya.

“Adek lihat kan, postingan media sosial dan status WA Abang, itu semua bukan untuk adek tapi untuk dia.”

Lama mulut ini terdiam, ingatanku mulai berkelana ke setiap postingannya. Akhirnya aku sadar, ternyata hubungan yang aku pertahankan selama ini hanyalah mainan belaka. Sudah lama mereka dekat dan berhubungan, hanya aku yang bodoh.

***

Malam itu aku putuskan untuk menutup buku cerita indah itu. Tak ingin lagi lanjut, aku minta keluarganya untuk memutuskan janji secara baik-baik kepada keluargaku. Alasan sesungguhnya biarlah aku tutup erat. Tidak apa jika hanya aku yang disakiti, tapi ini sudah melibatkan keluarga. Tak bisa di maafkan.

Buku itu aku tutup erat dan tak akan sedikitpun ku buka kembali.

 

Selasa, 10 Januari 2023

Kata Nan Tak Terucap

Alhamdulillah, awal tahun yang damai. Pergantian malam setahun berjalan dengan tenang. Mengisi relung hati nan sunyi. Hari perdana di tahun 2023, saatnya kembali ke tempat menghabiskan waktu dari pagi hingga sore di satu lokasi. Aku tinggalkan orang tua yang sudah beranjak tua. Keriput kulit beliau semakin jelas terlihat, terlebih sang ayah. Tubuhnya tidak sekuat dahulu namun keadaan mengharuskan tetap bekerja demi anak tercinta.

Sang ibu pun tidak jauh berbeda. Setiap hari bolak-balik jalan kaki. Menelusuri jarak nan jauh antara rumah tempat menginap dengan tempat mencari nafkah. Wajah lelah dan penat terukir di setiap kali beliau menapakkan kaki saat menjelang Magrib kembali ke rumah. Namun, tidak pernah terlontar kata letih seolah tiada yang terasa.

Maaf  Ayah. Maaf Ibu. Aku belum bisa membuatmu santai sepenuhnya di masa ini. Maafkan kami yang terlambat untuk bisa lepas dari tanggung jawabmu. Tanggung jawab menafkahi dan memikirkan masa depan para anak gadisnya. Apalagi sudah sepantasnya menambah anggota baru namun belum satu pun yang menemukannya. 

Mohon bersabar sebentar lagi, semoga kabar bahagia itu segera datang menghampiri. Memang tidak pernah secara lansung bertanya kapan, tapi kami tahu apa yang ada di pikiranmu. Disaat gadis lain yang jauh lebih kecil usianya sudah menemukan pasangan hidup. Akan tetapi, para anak gadismu masih sibuk mengejar karir dan pendidikan. 

Bukan maksud hati menunda itu Yah, Bu. Belum ada momen bertemu yang sesuai atau mengena di hati. Percayalah, rencana Tuhan itu indah. Memberi di saat yang tepat sesuai kebutuhan hamba-NYA.

Salam sayang dari anakmu. Sehat dan bahagia selalu.

Senin, 09 Januari 2023

Momen Hari ini



Hai, mari merekap hari ini dalam bentuk tulisan ya.

Saat sinar matahari di ufuk timur menunjukkan keindahannya, saat itu saya melangkahkan kaki ke sekolah. Bangunan nan tepat beberapa langkah saja sudah sampai. Seperti biasa, Senin pagi diadakan upacara bendera rutin, kali ini pelaksananya adalah pengurus OSIS. Pembina upacara yaitu Ibu Wakil Kepala menyampaikan beberapa amanat untuk perbaikan kedepan.

Selesai kegiatan tersebut saya mengajar 3 jam pelajaran di kelas X IS. Loh, kok jurusan sosial belajar kimia? Jadi begini, berhubung saya kekurangan jam mengajar maka untuk mata pelajaran lintas minat diberikan satu kelas. Hari ini merupakan pertemuan pertama dengan mereka di dalam kelas semester ini. Tidak lama berada di kelas kali ini karena ada seorang teman yang minta tolong untuk tugas pendidikan profesinya.

Anaknya di tinggal, Buk?
Iya, tapi bukan berarti tidak belajar. Zaman saat ini sudah ada benda cangggih yang bernama ponsel pintar. Belajarlah menggunakan kelas maya yang telah saya buat sebelumnya melalui platform yang disediakan pemerintah. 

Pertolongan yang diminta kepada saya ialah merekam proses pembelajaran teman tersebut. Video full dari awal hingga selesai pembelajaran. Hari ini mengambil video yang terakhir dan untuk ujian. Semoga lulus lalu menjadi guru profesional. Amin. Diingat kembali, sudah 5 orang yang saya sebagai videografernya, artinya saya berbakat kan?

Next yuk, minggu lalu saya berjanji di kelas XII MIA untuk praktikum menggunakan gas butana. Percobaan memindahkan api dari satu tangan ke tangan lainnya menggunkan busa sabun. Ternyata tidak hanya siswa yang penasaran, guru pun demikian. Begitu melihat ada tabung gas di meja, mulai berdatangan apa yang akan saya lakukan. Untuk itu, maka dicobakan dulu di kantor bersama beberapa orang guru. Awalnya takut untuk menyalakan api tapi akhirnya ketagihan. Oh iya, ada pengorbanan yakni bulu tangan yang ikut terbakar. Hilang deh sebagian harta kebanggaan.


Akhirnya tibalah saatnya untuk kelas XII, dua orang siswa membantu saya membawa alat yang dibutuhkan ke kelas. Sepanjang jalan mereka pamer mau praktikum sembari perkataan "makanya jadi anak IPA, biar bisa praktek." Nada tengilnya membuat teman-temannya melihat sepanjang jalan. Hampir semua mata melihat karena posisi kelas paling ujung.

Sesampai dikelas, melakukan pembukaan seperti biasa, menanyakan kembali materi yang telah di ajarkan serta hubungannya dengan praktikum kali ini. Tak lama kemudian mulailah bermain api. Kami lakukan di luar ruangan mengingat keselamatan nantinya. Mereka penasaran bagaimana bisa nanti akan memegang api atau menghasilkan api dari busa sabun.

Awalnya pada takut mencoba, takut terbakar. Bagi yang memberanikan diri, mulanya terkejut melihat api menyala di tangan namun setelah itu tak mau berhenti untuk terus mencoba. Kami mencoba untuk oper api dari satu tangan ke tangan lain dan berhasil walau tidak begitu banyak.

Ada yang penasaran caranya?







Terenyuh

Adakah momen yang ingin kau lupakan?
Membuat seolah waktu itu tidak pernah ada.
Apakah penyesalan?
Ataukah momen yang di syukuri?

Setiap kejadian pasti memiliki penyesalan atau rasa syukur. Tergantung dari sisi mana menilai itu semua. Berbicara tentang itu, ada satu momen yang membuat saya terenyuh. Sebuah tindakan dari seorang siswa yang diiringin sebuah kata. 

Kala itu adalah hari perpisahan kelas XII, saat melepas semua siswa untuk ke tingkat yang baru. Dia ialah seorang anak laki-laki yang telah saya temani sejak kelas X. Kenapa? Karena saat itu saya bertindak sebagai wali kelasnya. Anak yang saya perjuangkan untuk tetap bisa lanjut sekolah tanpa mengulang di kelas yang sama. Setiap akhir semester selalu berjuang melengkapi nilai, tugas dan hal lainnya agar tuntas. Keinginannya tidak tinggi, cukup memenuhi stndar naik kelas saja.

Anaknya sangat sopan, tidak pernah kurang ajar kepada guru. Tutur kata yang merendah dan mampu menempatkan diri sebagai pihak yang lebih kecil. Lalu apa masalahnya? "Saya nggak bisa bangun pagi, Buk," begitu jawabnya saat ditanya. Saya bisa apa? Jarak rumahnya dan sekolah cukup jauh serta tidak ada teman yang searah. Orang tua dia Subuh sudah berangkat untuk bekerja. Upaya yang saya lakukan ialah meminta anggota kelas untuk pagi-pagi menelfon agar segera bangun. Terkadang berhasil dan seringnya tidak masuk.

Alhamdulillah, sikap baik dan kegigihannya dalam melengkapi tugas membuahkan hasil. Selalu naik kelas hingga kelas XII dan tibalah saatnya berpisah. Ada rasa kebanggan tersendiri yang saya rasakan melihat dia sampai di tahap ini. Perlahan muncul kilas balik saat hampir 24 jam saya menghubunginya. Menemani menyelesaikan tugas hingga larut malam, bukan langsung tapi tetap terkoneksi lewat chat. 

Tiba saatnya mengucapkan salam perpisahan, satu persatu siswa menyalami gurunya. Pelan penuh hari dan deraian air mata. Tibalah dia berdiri didepan, menyambut tangan dengan wajah tertunduk dalam, membungkuk sembari memegang erat tangan saya. Lama tanpa kata, sulit kiranya melepaskan tangan, ternyata tangisnya pecah saat dihadapanku. "Terima kasih, Buk," lirih terdengar suaranya. Saya usap pelan kepalanya dan berkata "semoga berhasil, Nak." Air mata yang sedari tadi saya tahan akhirnya jatuh. 

Nasib baik, dibalik keraguannya untuk meneruskan pendidikan masih ada harapan saya untuk memberi motivasi. Akhirnya ikut seleksi perguruan tinggi, gagal pertama kali namun saya kuatkan lagi untuk mencoba. Rasa syukur tiada kira mendapatkan jurusan idaman di kampus idaman. Sampai hari ini masih rajin memberi kabar walau sekedar berkata "Lapar, Buk."
Good Luck untuk selanjutnya.




Hari Pertama

Hari yang telah ditentukan menjelang, sebelum fajar muncul di ufuk timur saya dan teman lainnya bangun. Mempersiapkan segala hal yang di perlukan untuk perjalanan ke Raja Ampat. Pagi harinya sebelum berangkat kami sarapan terebih dahulu di Pasar Aimas. Menunya seperti biasa yaitu nasi kuning serta batagor. Kami tidak sempat masak karena jarak sekre dengan pelabuhan rakyat lumayan jauh memakan waktu lebih dari satu jam.

Kami menggunakan angkutan umum yang disebut dengan taksi. Taksi di sini maksudnya adalah angkutan kota (Angkot) yang biasa kita kenal. Ada 3 armada kami sewa untuk sampai ke pelabuhan. Sesampai disana kami membeli tiket ke Waisai dengan harga Rp. 60.000,- dengan perjalanan sekitar 6 jam (semoga tidak salah ingat), kalau memakai kapal cepat hanya memakan waktu 2 jam saja.                                             

Waktu selama di kapal kami habiskan di bagian atas sembari menikmati pemandangan lautan luas nan biru. Warna air serta pulau-pulau kecil menambah indahnya. Puas dengan sajian alam tersebut, kami turun menghabiskan sisa perjalanan di tempat tidur yang telah di sediakan. Istirahat hingga kapal mendarat di pelabuhan Waisai. 

Ternyata sudah malam, view pelabuhan tidak terlihat jelas saat itu. Kami hanya terpikir agar segera sampai di penginapan agar bisa istirahat dengan nyaman. Untuk sampai kesana sudah ada mobil angkutan yang telah dipesan sebelumnya. Tak lama kemudian rumah tersebut nampak di depan mata. Rumah dengan dua buah kamar serta ruangan yang luas lalu memiliki dua buah kamar mandi. Sederhana tapi nyaman karena prinsip kami adalah ada tempat bernaung. 

Hari pertama dihabiskan untuk perjalanan saja. Besok akan dilanjutkan ke Pianemo.


Koneksi Antarmateri Modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Bagaimana Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin ...