Sabtu, 24 Desember 2022

Pasar Jumat


Hai. Kembali lagi dengan rutinitas sehari-hari yang tiada habis. Berulang hingga menjadi suatu hal lumrah. 

Masih edisi cerita di kampung halaman, kemarin adalah hari pasar. Setiap Jumat akan datang pedagang dari daerah lain untuk berjualan. Pasar di sini hanya satu kali seminggu. Oh iya, kampungku bernama Sulik Aie (Sulit Air) yang terletak di kecamatan X Koto Diatas, Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat.

Pagi harinya setelah membersihkan rumah dan sarapan, aku berangkat ke pasar. Jalan kaki tentunya bersama ibu dan sibungsu. Jarak rumah ke sana sekirar 15 menit berjalan kaki. Jalanan yang biasanya sepi, kini penuh kendaraan serta masyarakat yang akan belanja kebutuhan pangan satu minggu ke depan. Orang-orang yang sangat jarang kulihat pada hari biasa, kutemui kali ini.

Pemandangannya sama dengan pasar mingguan umumnya. Pedagang mayoritas menjual sayuran, lauk-pauk serta kebutuhan dapur lainnya. Aku mulai berjalan berkeliling, tidak segera membeli apa yang dibutuhkan. Melihat suasana jual beli. 

Sembari berjalan aku bertemu guru bahasa inggris waktu SMP dulu. Ku sapa lalu salin dengan beliau.
"Eh Yati, bertemu disini, biasanya ibuk cuma lihat di Facebook", kata beliau
"Iya Buk, sekarang libur sekolah jadi bisa pulang", jawabku. 
Ucapan beliau setelah itu membuatku bahagia. Beliau berkata "I'm so proud of you, Ibuk tunggu kisah lainnya ya." Kalimat singkat itu menjadi penyemangat besar, apresiasi yang sangat dibutuhkan. 

Bangga pastinya, bagaimana tidak merasa demikian. Guru yang dulu memberikan ilmu, sekarang memuji dan bangga atas siswanya. Perasaan sederhana itu menjadi motivasi untuk membuat lebih banyak prestasi. Merasa diakui dan dihargai.

Akan kuingat perasaan ini. Hal baik yang kita lakukan akan menjadi kebanggan bagi orang lain. Kita tak akan pernah bisa membanggakan semua orang. Akan tetapi, dalam diam ada orang memuji dan senang melihat itu semua.

See you.

Kamis, 22 Desember 2022

Galau

Selamat malam. 

Kembali lagi dengan rangkaian kata yang tidak bisa aku pikirkan secara gampang. Aku mulai kehabisan ide cerita walaupun bank ide sudah ada. Mencoba menuangkannya dalam bentuk tulisan membutuhkan keinginan yang kuat. Mood memulai perlahan menurun. 

Dalam sunyinya malam ini, aku terdiam lama di depan gadget. Menorehkan satu kalimat lalu hapus dan terjadi berulang kali. Aku kehilangan arah melanjutkan kisah. 

Ku merenung mengingat rangkaian kegiatan serta kejadian yang telah berlalu. Oh iya, bagaimana jika hasil menulis hari ini kacau? Akan tetapi kutepis pemikiran itu jauh-jauh. Tidak boleh menyerah. Jadi, mau ceritakan apa?

Akhirnya diputuskan curhat tentang hari ini . 

Rutinitas pagi seperti biasa, tidak ada yang baru. Hari ini aku akan membantu Ayah dan Ibu menanam padi di sawah. Benih yang disemai sudah waktunya di tanami. Ukuran lahan tidak besar hanya satu petak saja. Biasanya jika mulai pagi, selesai menjelang zuhur. Bermodalkan pengalaman tersebut aku bersama ibu dan adik bungsu berangkat. Persiapan bekal hanya untuk sampai siang. 

Sesampai di sawah, benih di cabut dari persemaiannya. Kondisinya memprihatinkan, daun yang seharusnya hijau segar ternyata penuh kemerahan seperti daun yang terbakar. Benih tidak tumbuh sebagaimana yang di harapkan. Walaupun demikian Alhamdulillah masih bisa digunakan dengan harapan bisa berkembang pesat jika sudah dipindahkan.

Perkiraan waktu kami meleset, hari semakin siang tapi benih belum ditanam satu pun dalam sawah. Gagal deh rencana pulang cepat dan istirahat, hehe.

Akhirnya sawah satu petak itu tidak selesai ditanami. Masih sisa sebagian kecil karena tidak cukup benih. Alhasil pulang juga sudah hampir Magrib  dengan target tidak tercapai 100%. Besok sambung lagi. 

Sekian cerita kali ini, kurang detail ya?

Rabu, 21 Desember 2022

Kemalasan

Selamat malam, eh hampir tengah malam. Ada cerita apa ya hari ini? Oh iya, kilas balik keseharian yuk.

Tak terasa sudah hari ketiga di kampung halaman. Rumah yang menjadi tempat ternyaman untuk pulang. Tidak ada kegiatan yang spesial akan tetapi terasa penyembuhan hati.

Seperti biasa, aktivitas di mulai sejak subuh. Selepas salat, keributan di dapurpun mulai menggema. Bunyi air di rebus untuk kopi menemani kesunyian. Minuman wajib setiap pagi, terkadang ditemani oleh gorengan. Suara alunan ayat suci alquran menambah indahnya suasana . Kicauan burung, hembusan angin dingin membuatku tertegun. Ah, ini yang ku rindukan enam bulan terakhir ini.

Kegiatan memasak pun dimulai. Bekal untuk dibawa ayah dan ibu ke sawah. Sawah ini artinya bukan sawah benaran tapi daerah di bukit seberang. Tempat ternak serta ladang berada dan sawah tentunya juga ada. Tapi sudah nyaman di sebut ke sawah jika berangkat ke daerah sana.

Hari ini aku tidak ikut, masih tahap pemulihan tenaga. Karena untuk mencapai sawah butuh 2 jam perjalanan. Memakai kendaraan manual yaitu kaki. Kenapa? Aksesnya sangat sulit untuk di tempuh kendaraan bermotor. Hanya orang tertentu dan terbiasa yang bisa bawa motor hingga sana. 

Eh, kelewatan cerita kan. Hari ini masih kuhabiskan hari bermalasan. Sore hari aku memasak gulai ayam pesanan nenekku. 

Kelapa yang masih ada kulitnya, aku kupas sendiri menggunakan parang. Lalu di parut dan diperas untuk menghasilkan santan. Bumbunya aku racik sendiri tanpa pakai takaran. Semua bahan sudah selesai kusiapkan dibantu adik. 

Lalu ayamnya bagaimana? Menunggu ayah untuk eksekusi karena aku belum berani. Magrib barulah ayah dan ibu sampai di rumah kembali. Mulailah membersihkan ayam lalu memasak gulai hingga matang. 

Yey, makan malam siap di santap. Alhamdulillah rasanya sesuai selera. Sisa hari aku habiskan istirahat lagi. Terlalu malas ya, hehe.

Sekian.

 Morning...

Tak terasa sudah hari keenam tantangan kali ini. Sedihnya telat mengumpulkan tulisan padahal masih di minggu awal. 

Baiklah pagi ini mari bercerita sedikit kenapa bisa telat.

Masa liburan telah tiba, aku pun bekerja keras agar semua tugas adminitrasi di sekolah selesai. Tiga hari liburan terpakai untuk melengkapi itu semua. Jam tidur pun terkorbankan. Hampir 24 jam berteman dengan laptop dan semua aplikasinya. Deadlinenya harus sampai di kantor cabang dinas (Cabdin) pendidikan tanggal 19 Desember. 

Rencana berangkat ke kantor tersebut menggunakan mobil keluarga salah seorang teman. Akhasil aku beserta rekan lainnya tidak terlalu memikirkan akomodasi. Jarak jauh dari sekolah ke Cabdin memakan waktu sekitar 4 jam, Dharmasraya - Sijunjung. Pemberitahuan mendadak Minggu malam saat kami baru pulang dari sekolah, ternyata mobil tersebut akan digunakan oleh pemiliknya besok pagi. Mulailah terasa bagaimana cemasnya karena didaerah ini sangat susah untuk rental tanpa sopir dari pemiliknya. Hingga pagi pun tidak didapatkan akomodasi pengganti. 

Pagi Senin menjelang,kejelasan berangkat semakin buram. Pukul 7 lewat, akhirnya ada kendaraan yang bisa dipakai namun jaraknya lumayan jauh. Perencanaan meninggalkan sekolah jam 8 pun sirna. Saat itu aku dan dua orang rekan sudah di lingkungan sekolah melengkapi bahan yang masih tercecer. Tak terasa 2 jam berlalu, kami masih di tempat. 

Singkat cerita, sampai di kantor Cabdin pukul 3 siang. Bunyi dari dalam perut diabaikan, selesaikan dulu semua urusan di sana hingga tuntas. Magrib menjelang saat kami meninggalkan kantor menuju Kota Solok untuk mengantarkanku pulang. Angkutan umum sudah tidak ada agar sampai rumah yang berada di ujung. Alhamdulillah, ada sebuah angkutan yang dari Kota padang hendak ke sana, aku menumpanglah.

Hampir pukul 9 menginjakkan kaki di rumah, bertemu keluarga. Rasa letih dari kerja keras seminggu ini mulai terasa. Badan sakit semua, mata sangat berat sangat ngantuk. Akan tetapi mata pun tak bisa di pejamkan. Masih terbiasa dengan jam tidur yang sangat larut. 

Besoknya, ku habiskan hari di pembaringan. Tidak melakukan hal apapun, seakan balas dendam akan waktu istirahat yang hilang akhir-akhir ini. 

Ah, tulisan terpikirkan belum ada tapi tubuh dan otak tak bisa bekerja sama. Terjadilah mengejar setoan di ujung waktu.


Senin, 19 Desember 2022

Terombang-ambing

 Selamat malam, kali ini bercerita apa ya?

Oh iya, sembari istirahat dari rutinitas malam ini aku sekilas melihat postingan sekitar 7 tahun yang lalu. Kisah pengabdian yang belum kelar aku ceritakan dalam bentuk tulisan. Perjalanan penuh kisah berbeda setiap berangkat ke tempat tugas dari Kota Sorong. Kenangan itu samar menari dalam ingatan, menembus perjalanan waktu masa lalu.

Tahun 2015 diberi kesempatan oleh pemerintah untuk berbagi ilmu serta pengalaman di ujung Indonesia. SMA Negeri 9 Kabupaten Sorong yang terletak di salah satu daerah Provinsi Papua Barat tepatnya Kampung Sailolof. Kampung ini berada di Distrik Salawati Selatan. Wilayah tanpa penerangan listrik dan tanpa koneksi internet. Untuk gambarannya boleh di cek blog Uni Yati ya.

Perjalanan kali ini di hiasi banyak rintangan. Di awal keberangkatan, ketika telah melewati tempat parkir jolor (perahu), tiba-tiba saja terjadi tabrakan. Tentu saja bukan dengan jolor lain, akan tetapi terhalang pohon yang tumbang ke laut. Akibatnya terdampar  di lautan yg masih dangkal sehingga tidak bisa jalan. 

Lalu bagaimana solusinya? Beberapa penumpang turun, mendorong perahu tersebut ke arah lain yang  lebih dalam. Alhamdulillah rintangan bisa teratasi berkat kerja sama penumpang, perjalanan dilanjutkan.

***

Setelah 2 jam  mengarungi lautan, turunlah hujan yg sangat deras dan ombak yang lumayan besar.  Sangat menegangkan untuk kali ini, nahkoda jolor sampai susah payah menentukan arah laju kapal,karena cuaca agak gelap di tengah derasnya hujan. Kemudi di kendalikan oleh 2 orang, para penumpang yang di depan menjadi petunjuk arah walaupun mereka basah kuyup. Akan tetapi demi keselamatan semua berjuang bersama. 

Perasaan takut dan cemas mulai menghantui penumpang, terlebih diriku pertama kali merasakan kondisi seperti ini. Berada ditengah lautan tanpa bisa melihat daratan serta arah yang jelas. Perahu berguncang keras, oleng terbawa arus dan gelombang yang semakin tinggi. 

Aku mulai bertanya kepada warga, apakah ini sering terjadi? "Sering, Bu Guru" jawabnya. "Pernah kami terdampar di sebuah pulau kecil terbawa ombak" tambah beliau. Kecemasanku semakin parah, dalam hati terus berdoa agar segera bisa keluar dari situasi ini. "Bagaimana jika hidupku berakhir disini?" batinku. Aku yang jauh dari orang tua dan keluarga, Sumatera Barat - Papua Barat, bagaimana jika hal tak diinginkan terjadi.

Setengah jam berlalu akhirnya hujan mulai berhenti, cuaca kembali cerah. Rasa syukur tiada kira terucap dari hati. Jolor kembali melaju ditengah lautan penuh misteri, mengarungi ombak tak terkalahkan. Hampir tengah malam mendarat di dermaga Kampung Sailolof, disambut oleh siswa yang secara sukarela membawakan barang belanjaan persiapan hidup satu bulan ke depan. 

Sungguh pengalaman tak terlupakan.

Sekian kisah malam ini, sudah di penghujung hari.

Koneksi Antarmateri Modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Bagaimana Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin ...