Danau Pramu bagaimanag?
Tetap dong, berlanjut di part terakhir kisah ini ya.
Dalam heningnya malam aku terdiam, terpaku di depan laptop. Pikiranku melayang entah kemana, kejadian siang tadi membuat hatiku tak karuan. Sekilas tak sengaja beradu pandang mata dengan seseorang. Tik, tik, tik, perlahan denting tetesan hujan di atap menambah syahdunya malam ini. Tak lama menjelang, curahan air mengalir deras dari awan jatuh ke bumi. Semilir angin berhembus menerobos lewat cela ventilasi, dingin.
Aku jatuh dalam lamunan, bertanya akan apa yang tengah dirasakan. "Apa ini yang dinamakan jatuh hati?" batinku. Memikirkan namanya saja membuat hatiku berdebar. Ada kebahagiaanyang tidak bisa aku pahami. Siapakah dia? Aku tidak mengenalnya, bahkan saat mencoba mengingat serta membayangkan wajahnya tidak jelas tergambar. Tidak ada wujud jelas dalam ingatan, samar.
Mendengar cerita tentang dirinya, kepribadian, sifat baik serta keunggulan yang dimilikinya membuat berharap untuk bisa memiliki. Akan tetapi aku takut, terbayang penolakan, kekecewaan akan siapa diriku di masa lalu. Masalah ini yang membuatku tak bisa maju, trauma. Seketika tersadar bahwa rasa sakit tidak mudah untuk di obati.
Selama ini memang terlihat seolah menutup hati tetapi itu wujud perlindungan diri. Ketakutan yang selalu menghantui, dimana kadang aku tak mengerti alasannya. Aku hanya lelah, ingin istirahat bukan berhenti. Hanya saja durasi belum pasti dan belum bisa kuputuskan. Saat energi sudah cukup atau ada yang datang merengkuh, akan kulanjutkan.
Tiba-tiba "Duarrrrr", suara petir membuatku tersentak dari lamunan. Hujan semakin deras namun kegalauan tidak mereda. Semoga saat merdeka dari masa lalu menghampiri.
Hmmm, jalan-jalan kali ini direncanakan ke sebuah objek wisata yang ada di Ayamaru, Kabupaten Sorong Selatan.
Perjalanan akan menggunakan truk yang akan di pinjam dari salah seorang warga Sumatera Barat di Sorong ini. Pak Iwan, begitu panggilan beliau sehari-hari. Niat hati memakai truk akan bisa memuat semua anggota di sekretariat semuanya tiga puluh orang. Hari keberangkatan disepakati Sabtu tanggal 26 Maret 2016.
Sabtu pun menjelang, iuran sudah dikumpulkan dan habis Subuh aku bersama teman lainnya ke pasar untuk membeli persiapan serta bekal yang akan di bawa. Sepulang dari pasar, kami mendapat berita bahwa mobil yang bisa dipinjam hanya L200. Maksimal bisa diisi lima belas orang, itupun sudah penuh sesak.
Bingung, Bang Ridho selaku pimpinan perjalanan ini sakit kepala memikirkan jalan keluar yang baik untuk semua orang. Keputusan memilih siapa yang pergi dan siapa yang batal.
Sembari memasak, aku diminta pendapat bagaimana baiknya. Sangat berat memang, dikala keinginan sejalan namun harus gagal didepan mata.
Akhirnya, beberapa orang yang awalnya ragu untuk berangkat, memilih tidak jadi pergi. Ada juga mengalah dengan alasan tempat pengabdian mereka dekat dengan tujuan kami. "Ah, nanti kami bisa kesana sendiri, dekat saja kok dan akses mudah." Aku juga menawarkan diri tidak ikut tapi dilarang, harus ikut kata mereka. Ya udah, enam belas orang memakai satu unit kendaraan L200, nekat.
Siang harinya saat semua keprluan sudah fix, kami berangkat.
Bagaimana kisah perjalanan ini?
Apa yang akan terjadi selama di jalan?
Bersambung ke cerita selanjutnya ya.
Bagaimana Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin ...